“Ndul,
gw lagi di Semarang nih. Ke Gua Kreo yuk, pan deket rumah lu.
Mumpung
gw cuti nih..”
Bbm dari salah satu anggota geng rempong, Tria.
Sayang sekali bbm itu saya terima ketika saya sudah duduk manis di gerbong
kereta. Mau mudik ke Surabaya. Duh, sayang bangeeeettt... :(
Sebenarnya Gua Kreo bukanlah obyek wisata yang asing
buat saya. Sejak pertama kali pindahan ke kota Semarang, baliho tentang gua ini
termasuk baliho yang mencuri perhatian saya. Bagaimana tidak, baliho ini bertengger
dengan besarnya di pertigaan lampu merah Klenteng Sam Poo Kong. Dan berhubung
akses jalan saya banyakan lewat jalan itu, otomatis saya jadi liat terus baliho
dan gambar monyet yang jadi ikon gua Kreo.
Gua Kreo |
Gua Kreo dan
Tetangganya, Waduk Jatibarang
Secara geografis, Gua Kreo masuk ke kawasan kecamatan
Gunungpati, tepatnya di dukuh Talun Kacang desa Kandri, +/- 15 km arah tenggara
dari pusat kota Semarang. Kalau kalian dari arah Tugu Muda, ambil jalur menuju
Klenteng Sam Poo Kong, lalu susuri jalan Simongan, terus aja sampai sekitar 30
menit. Tidak perlu khawatir ada papan penunjuk di beberapa titik di sepanjang
jalan. Setelah memasuki kawasan kecamatan Gunungpati, silakan cek di kanan
jalan, ada petunjuk gede kok. Apalagi kalau ngana punya fasilitas GPS. Ini
masih di dalam kota, Bung! Insyaa ALLAH nggak bakalan nyasar. Tenang ajaa... :)
Waduk Jatibarang |
Gua Kreo sendiri adalah gua alam, menjadi istimewa
karena gua ini menjadi habitat alami monyet ekor panjang. Iya, disini banyak
sekali monyet yang berkeliaran bebas. Mulai dari yang masih baby sampe yang
sudah senior, gede banget maksudnya. Monyetnya juga lumayan jinak kok. Mungkin
karena sudah terbiasa berinteraksi dengan manusia ya, jadi mereka nggak yang
takut-takut atau malah nakutin. Kecuali diisengin tentu saja *tunjuk diri sendiri.
Hi cewe... godain kita doongs! |
Lantas kenapa dinamai sebagai Gua Kreo?
Menurut kepercayaan masyarakat setempat, asal muasal
nama Kreo ini adalah pemberian dari
Sunan Kalijaga yang akan pergi ke Demak beserta para pengikutnya. Di tengah
perjalanan beliau beristirahat di gua ini. Kemudian datang beberapa monyet yang
datang membantu dan ingin turut serta ke Demak. Namun, sang sunan tidak
mengijinkan dan malah mengutus para monyet ini untuk ngreho (menjaga) gua dan
sungai yang mengalir di dekatnya.
Ibarat kata pepatah, berwisata ke Gua Kreo layaknya
sambil menyelam minum le minerale, ada manis-manisnya gt, air. Sambil
mengeksplor Gua Kreo ada Waduk Jatibarang di lokasi yang sama. Mubadzir kalo ga
diicip-icip juga :)
Waduk Jatibarang ini mulai dibangun pada tahun 2009.
Waduk ini diharapkan mampu mengatasi banjir yang selalu mengancam Semarang
setiap tahunnya. Selain itu tentu saja sebagai obyek pariwisata. Pada saat saya
berkunjung kesana kegiatan operasional waduk belum dimulai. Kantornya juga
kayaknya masih belum beroperasi, hanya beberapa kendaraan nampak hilir mudik
menuju kesana.
Ecowisata(?)
di tengah Kota
Keberadaan Gua Kreo dan tetangganya, Waduk Jatibarang
di tengah kota Semarang begitu menarik. Harga tiket masuk yang sangat murah,
cukup dengan Rp 2,000 per orang. Dari pintu masuk pengunjung disuguhi tangga
berundak-undak menurun menuju ke mulut waduk. Cantik, tapi bikin capek tentu
saja *khususon buat turis manja macam
saya :p
Letak gua Kreo yang ditengah waduk bagaikan pulau di
tengah danau. Ada jembatan cantik sebagai penghubung yang membelah waduk menuju
goa Kreo. Lokasi ini menjadi salah satu spot favorit pengunjung untuk berfoto. Bukit
kecil tempat gua Kreo berada yang didiami monyet ekor panjang menjadi lokasi
yang cocok untuk para pengunjung melakukan aktivitas trekking ringan.
Daya tarik utama Gua Kreo adalah monyet ekor panjang
nya. Saya yakin akan sangat keren jika pemerintah kota menjadikan daerah ini
sebagai kawasan konservasi alam. Memanfaatkan daya tariknya sekaligus
mengenalkan dari dekat kepada para pengunjung terutama anak-anak apa dan
bagaimana monyet ekor panjang. Sekaligus menjadikan kawasan bukit Kreo ini
sebagai hutan wisata kecil di tengah kota. Seru kan?!
Sampah dan
Vandalisme
Saya sebel banget kalau pas jalan-jalan di alam terus
ketemu sama sampah plastik yang berserakan. Entah itu botol minuman, ataupun
bekas bungkus snack. Pun di kawasan gua Kreo ini. Sepanjang trek saya dari parkiran sampe naik-naik ke puncak
bukit, adaaa aja sampah berserakan. Mulai dari botol bekas minum, bekas
chiki-chiki sampe kulit kacang. Padahal tempat sampah ada dimana-mana lho. Peringatan
untuk tidak membuang sampah sembarangan juga sudah terpampang di berbagai
penjuru. Jadi kalau sampah masih berserakan, siapa yang tulalit? Jawab sendiri
yaa...
Satu lagi yang bikin saya kesel, banyak banget
coret-coretan di dinding sisi luar goa. Kalau ketemu orangnya pengen banget
saya suruh ngapus itu tulisan mereka. Dikira keren apa ninggalin
tulisan-tulisan di tempat wisata gitu?
KZL! |
Plis deh ya, kalian yang suka nyampah di alam, yang
suka berkegiatan vandalisme coret-coret, selama kalian belum tertib, mendingan
di kamar aja. Nggak usah kemana-mana daripada bikin rusak lingkungan dan alam. Saya
kasih tau ya, prinsip anak petualang alam yang gaul dan keren itu,
Tidak meninggalkan apapun kecuali jejak
Tidak mengambil apapun kecuali gambar
Tidak membunuh apapun kecuali waktu.
OK? DEAL?! BAGUS!!!
Comments
Post a Comment